Menjadi seorang putri, menikahi pangeran tampan yang menyelamatkan nyawamu dari penyihir jahat dan naga, lalu hidup bahagia selama-lamanya. Sungguh suatu dongeng yang klasik. Klasik tapi tetap menawan. Bahkan hampir semua wanita di dunia berharap mimpi indah itu menjadi kenyataan. Kalau melihat dongeng itu, syarat pertama untuk menjadi bahagia...adalah menjadi seorang putri. Dan itulah aku, Putri Veronica dari kerajaan Lochshire.
Tapi sepertinya, mimpi indah itu tetap tidak akan terwujud padaku meski aku adalah seorang putri. Karena jodohku, sudah ditetapkan. Pangeran Rowan... Aku sudah dijodohkan dengannya sejak masih bayi. Bahkan kami sudah bertunangan sekarang. Pangeran Rowan, pangeran dari kerajaan Lorania, adalah pangeran yang dikenal bertabiat buruk. Awalnya aku berharap - benar-benar berharap - itu semua hanya gosip belaka. Aku salah. Gosip-gosip itu benar. Saat kami pertama bertemu, aku bisa langsung melihat buktinya. Pada pelayannya dia bertindak kasar. Pada para pengawal dia mengamuk. Dan padaku, dia sering menyakitiku. Dia selalu bilang kalau dia membenci aku dan semua kepalsuanku.
"Aku tidak akan tertipu pada topeng sok sempurnamu," bentaknya. Aku tidak mempedulikan semua perkataan kasarnya padaku mengingat aku memang tidak melakukan kesalahan apa pun. Tapi aku tidak bisa tidak peduli dengan tindakannya.
Saat sedang di taman, dia pernah mendorongku jatuh dengan alasan terganggu dengan kehadiranku. Saat aku melihat dia sedang sendirian, dia menamparku yang tadinya ingin menemaninya. Dan banyak lagi. Terlalu menyakitkan untuk menceritakan semua. Hanya demi kerajaanku saja aku bisa tetap bertahan. Lochshire sebenarnya tergolong sebuah kerajaan kecil. Dan dengan pernikahan kami, aku bisa menyatukan kerajaan Lochshire dengan kerajaan Lorania yang merupakan salah satu kerajaan besar sehingga kerajaan kami bisa menjadi lebih makmur. Juga mencegah perang.
Kalau pertunangan ini sampai batal, kami khawatir Raja Lorania akan tersinggung dan menyatakan perang. Karena inilah aku harus bersabar. Demi kemakmuran kerajaanku aku bisa terus bertahan. Dan juga... Sebenarnya ada satu hal lagi. Aku bisa tetap tegar berkat seekor kupu-kupu. Aku tahu ini terdengar bodoh. Tapi... Setiap aku merasa sedih, kupu-kupu itu, kupu-kupu hitam kelabu yang sama. Dia selalu datang, seolah berusaha menghiburku. Beberapa kali aku merasa seperti ada yang sedang mengawasiku, di saat itulah aku menemukan kupu-kupu itu sedang terbang di kejauhan. Dia seperti selalu ada bersamaku. Tanggal pernikahan sudah semakin dekat, aku pergi berkunjung ke Lorania untuk beberapa hari. Dan aku yakin telah menerima sekitar 6 tamparan selama aku berada di sana.
Kemudian aku kembali ke Lochshire, Rowan juga ikut bersamaku. Untungnya kami pulang dengan kereta kuda yang berbeda. Akhirnya... Ketenangan, meski tidak lama. Malam harinya, aku berjalan sendirian ke taman. Berusaha memantapkan hatiku untuk merima nasib ini demi kerajaanku.
Di tengah keheningan malam dan cahaya temaram dari bulan purnama, seseorang memanggilku. "Veronica..." Suara yang asing, aku terkejut saat mendapati yang memanggilku adalah Rowan. "Ya, pangeranku?" Saat sinar bulan menerpanya, aku melihat ada yang berbeda. Mata Rowan yang seharusnya berwarna biru, kini berwarna abu-abu.
"Siapa kau?" tanyaku panik.
"Apa maksudmu? Ini aku Rowan..."
"Bohong! Suara dan matamu, semua berbeda!" pekikku, "penja-"
Mendadak suaraku tertahan, bahkan tidak bisa keluar sama sekali. Pria yang mirip Rowan itu mendekatiku. "Tenanglah, Putriku sayang... Aku bukan orang jahat. Aku benar adalah Rowan..."
Suaraku masih tidak bisa keluar, aku bergeming saat dia semakin mendekat. Dia menghela napas. "Baik aku mengaku. Tapi jangan khawatir..." lanjutnya sambil mengelus pipiku, "mungkin kau masih terlalu takut, tapi besok... Akan kujelaskan semuanya besok." Lalu semua berubah gelap.
Aku terlonjak bangun. Saat sadar aku sudah berada di tempat tidurku, bahkan matahari sudah mulai tinggi. "Selamat pagi, Yang Mulia," ujar seorang pelayan wanita. "Pa-pagi," jawabku. Aku termenung sejenak. Kemarin itu... Pria bermata kelabu... Mimpi?
"Ada apa Yang Mulia? Apa Anda merasa kurang sehat?" tanya pelayan itu khawatir.
"Ti-tidak... Aku...aku baik-baik saja," jawabku tergagap, "hanya habis mengalami mimpi yang aneh."
Aku pun beranjak ke ruang makan seusai mandi dan berganti pakaian. Di sana, ayah dan Rowan duduk menanti. Para pelayan sedang sibuk menata makanan dan peralatannya. Ayahku, sang Raja, menatapku gembira, "selamat pagi, Putriku sayang..."
"Pagi, Ayah..." jawabku. Rowan menatapku sambil tersenyum. Itu tidak biasa. Saat kulihat warna matanya, abu-abu. Kemarin itu bukan mimpi!
"Ayah! Dia!" pekikku kaget. Ayah malah tertawa, "tenanglah, Sayang," ucapnya lembut. Dia bangkit berdiri lalu membimbingku duduk di sebelahnya, tepat di seberang 'Rowan'.
"Begini, Sayang. Biar ayah jelaskan... Semua kabar yang tersebar kalau Pangeran Rowan adalah seorang yang kasar, itu semua sudah diatur. Hanya rekayasa."
Aku membeku, "apa?"
"Iya, semua sudah diatur sejak aku kecil, orangtuaku yang merencanakan semua ini. Mereka... Mereka hendak mencari istri yang tepat bagiku. Yang menerima diriku apa adanya. Maka kami menciptakan situasi ini. Semua hanya rekayasa. Maafkan semua tindakanku yang berlebihan selama ini 'ya..." jawab 'Rowan'.
Apa-apaan ini? "Ayah! Dia bukan Rowan! Lihat matanya! Rowan yang asli bermata biru! Matanya abu-abu!" Ayah malah menatapku bingung.
"Apa maksudmu, Sayang? Sejak awal mata Rowan berwarna abu-abu." Aku terhenyak. Di kursinya, 'Rowan' menatapku sambil nyengir. Ayah tertawa, "oh, Sayang. Kau pasti salah ingat. Sudahlah, sebaiknya kita segera makan. Pangeran Rowan juga pasti sudah lapar." Rahangku mengencang. Ini tidak benar. Tapi aku tidak bisa apa-apa. Ada yang tidak beres. Aku yakin sekali Rowan bermata biru. Jadi aku duduk dan makan dalam diam sementara Ayah bercengkerama dengan siapa pun itu di hadapanku.
Siangnya, aku jalan-jalan ke tepi hutan. Berharap aroma pinus bisa menyegarkan kepalaku. Di belakang 4 orang ksatria berjalan mengawalku. Aku jadi berpikir... "Aaron," panggilku. Salah satu ksatria itu menghampiriku, "ya, Yang Mulia?"
"Katakan, apa kau tahu warna mata Pangeran Rowan?"
"Tentu saja Yang Mulia, warna mata Pangeran Rowan adalah bi-" Seekor kupu-kupu hitam kelabu mendadak muncul di antara kami sebelum dia terbang pergi. Kupu-kupu itu lagi, tapi ini bukan saat untuk memikirkannya.
"Ya? Apa warnanya?" tanyaku lagi. Hening sejenak. "Aaron?" panggilku.
"Ah, maaf Yang Mulia. Tanpa sadar aku melamun. Warnanya abu-abu, Yang Mulia."
Aku terperanjat. Apa yang terjadi? Aku yakin dia mau bilang biru tadi! Tiba-tiba Rowan muncul dari belakang para ksatria. Mereka pun memberi hormat padanya dengan membungkuk. "Selamat siang, Ksatria. Maaf aku mengganggu tugas kalian..."
"Tidak, tidak sama sekali, Yang Mulia," jawab Aaron cepat-cepat.
"Kalau begitu, boleh aku meminta bantuan kalian?" tanyanya. "Tentu saja, Yang Mulia. Apa yang bisa kami lakukan untuk Anda?" "Aku ingin berjalan-jalan berdua saja dengan Putri. Bisakah?"
"Ah, tapi kami diperintahkan untuk terus mengawal beliau..."
"Tenanglah. Aku yang akan menjaganya." Aaron dan para ksatria saling menatap untuk sesaat. Aku mau menolak, tapi aku tidak tahu harus mengatakan apa di hadapan para ksatria.
"Baiklah, Yang Mulia. Kami mohon undur diri." Aku bergidik. Saat para ksatria pergi, ingin rasanya aku berteriak memanggil mereka kembali.
"Putri... Ikutlah bersamaku." Aku ragu-ragu saat Rowan ini menjulurkan tangannya. "Percayalah padaku, jika aku jahat, aku pasti bisa melakukan yang terburuk dari awal." Aku tertegun. Itu ada benarnya. Aku pun memegang tangannya dan dia membimbingku memasuki hutan. Tangan yang hangat. Kehangatan yang tidak pernah bisa diberikan Rowan yang asli. Rowan yang asli hanya bisa memberikan rasa panas menyengat di permukaan kulitku.
Aku tersadar dari lamunan saat Rowan yang ini memanggilku, "Veronica..."
"Ya?" Saat sadar aku sudah berada di tengah hutan Lochshire.
"Aku memang bukan Rowan," sudah kuduga, dia melanjutkan, "aku adalah seorang penyihir pengembara. Namaku Ralph dari Norvana Utara."
"Apa yang kau lakukan dengan berpura-pura jadi Pangeran Rowan? Di mana Rowan yang asli?"
"Rowan yang asli, dia sudah tidak ada. Maksudku, tidak di sini. Dia sudah pergi. Dia menginginkan kebebasan. Jadi aku mengabulkannya dengan menggantikan posisinya."
"Apa maksudmu? Jangan bohong, kau pasti mau menjadi raja dengan cara yang licik?" tanyaku dengan nada meninggi.
"Tidak. Menjadi raja sama sekali tidak terbesit di benakku. Yang kuinginkan, adalah menjadi pangeran yang sempurna untukmu, Malaikatku sayang." Aku terhenyak.
"Kau bahkan tidak mengenalku!" ucapku.
"Tidak, Putri. Sebaliknya. Aku sangat mengenalmu. Bahkan kau sebenarnya mengenaliku juga. Dalam wujud yang berbeda." Sebuah tongkat mendadak muncul di tangan Ralph. Dia mengangkatnya dan dalam sekejap dia berubah menjadi seekor kupu-kupu hitam kelabu.
"Kau..." gumamku tidak percaya. Ralph kembali ke wujud manusia. Dan tanpa sadar, kakiku mulai berlari membawaku masuk ke kedalaman hutan. Dari kejauhan aku bisa mendengar namaku dipanggil. Tapi aku tidak peduli. Ada penyihir dan dia melakukan sesuatu pada Pangeran Rowan yang asli. Aku tidak boleh percaya padanya. Dia pasti bohong. Dan sepertinya dia bisa menghipnotis orang. Seperti yang terjadi pada Aaron, itu pasti bagian dari sihirnya. Aku tidak tahu harus apa...
"Aaaah!" Aku tersandung akar dan jatuh. Aku meringis saat sadar kakiku terkilir. Saat mencoba duduk, lengan gaun biruku tersangkut semak berduri dan sobek. Tapi aku mengabaikannya. Aku duduk dalam diam. Haruskah aku melawan penyihir itu, atau tidak? Dia adalah kupu-kupu itu. Kupu-kupu yang selalu hadir saat aku sedih. Yang selalu menemaniku. Memang dia menipu semua orang dengan sihirnya. Tapi...
Suara gemerisik daun di kejauhan menyadarkanku dari lamunan. Dilanjutkan suara yang mirip langkah kaki yang berat. Aku menoleh, tubuhku gemetar. "Siapa?" tanyaku dengan susah payah. Seekor beruang hitam besar muncul dari balik pepohonan. Tanpa sadar aku memekik kaget. Beruang itu menggeram marah dan berdiri dengan kedua kaki belakangnya. Hendak mengayunkan cakar depannya ke arahku. Aku mencoba bangkit dan kabur. Tapi kakiku yang terkilir membuatku jatuh terduduk. Aku memekik saat cakar itu mengarah padaku. Kupejamkan mataku karena takut. Semua berubah hening. Apa yang terjadi?
Saat aku membuka mata, "kau tidak apa-apa, Putri?" tanya Ralph dengan darah yang mengalir keluar dari mulutnya. Cakar beruang itu menancap ke punggungnya. Belum sempat membuka mulut, beruang itu kembali menggeram dan mengayunkan cakarnya yang lain. Ralph mengangkat tongkatnya tinggi dan sebuah bola api kelabu muncul di udara. Bola api itu terbang ke arah sang beruang. Dia mulai melangkah mundur. Beruang itu menggeram keras tapi akhirnya memutuskan untuk kabur.
"Syukurlah kau tidak apa-apa, Putri..." gumam Ralph. Dia terbaring lemas di tanah sambil menatapku lega.
"Bodoh! Kenapa kau tidak menggunakan sihir saja sejak awal? Kau 'kan jadi tidak perlu terluka!" bentakku sambil memeriksa punggungnya yang terluka. Dia malah tertawa pelan, "aku tidak bisa berpikir jernih saat melihatmu dalam bahaya." Matanya memejam.
"Hei, Ralph... Ralph?" panggilku. Dia pingsan. Aku melihat tongkat yang ada di tangannya. Aku mengambilnya lalu menjadikannya alat untuk membantuku berjalan. Harus segera memanggil pertolongan untuk Ralph, hanya itu yang ada di benakku. Sambil berjalan terseok-seok, aku membuat keputusan. Aku...akan diam.
Menjadi putri, menikahi pangeran tampan yang rela menyelamatkanmu dari naga dan penyihir, hidup bahagia selamanya. Kurasa aku sudah menyerah dengan mimpi itu. Karena sekarang, aku yang seorang putri ini malah akan menikah dengan penyihir yang menyelamatkanku dari pangeran kejam dan hidup bahagia selamanya. Aku tidak tahu apa yang terjadi pada Rowan yang asli, tapi aku percaya pada Ralph. Aku yakin dia melakukan sesuatu yang baik untuknya. Kuputuskan untuk tidak bertanya sekarang. Mungkin nanti. Saat Ralph mau menunjukkan wujud aslinya padaku.
Aku akan sabar menunggu. Kisah mengenai Pangeran Rowan yang kejam pun sirna. Dengan sihirnya, Ralph berhasil menghipnotis Raja dan Ratu Lorania. Membuat semuanya sesuai dengan kisah yang ia bangun. Semua kekasarannya adalah kepalsuan belaka, dan mata Rowan yang asli memang berwarna abu-abu. Mungkin aku salah karena membiarkannya. Mengingat aku tidak tahu pasti nasib Pangeran Rowan. Tapi mungkin juga tidak. Aku tidak tahu. Karena satu hal yang aku yakin pasti. Ralph adalah yang terbaik bagiku. Bersamanya, aku akan hidup bahagia selama-lamanya.
"Aku tidak akan tertipu pada topeng sok sempurnamu," bentaknya. Aku tidak mempedulikan semua perkataan kasarnya padaku mengingat aku memang tidak melakukan kesalahan apa pun. Tapi aku tidak bisa tidak peduli dengan tindakannya.
Saat sedang di taman, dia pernah mendorongku jatuh dengan alasan terganggu dengan kehadiranku. Saat aku melihat dia sedang sendirian, dia menamparku yang tadinya ingin menemaninya. Dan banyak lagi. Terlalu menyakitkan untuk menceritakan semua. Hanya demi kerajaanku saja aku bisa tetap bertahan. Lochshire sebenarnya tergolong sebuah kerajaan kecil. Dan dengan pernikahan kami, aku bisa menyatukan kerajaan Lochshire dengan kerajaan Lorania yang merupakan salah satu kerajaan besar sehingga kerajaan kami bisa menjadi lebih makmur. Juga mencegah perang.
Kalau pertunangan ini sampai batal, kami khawatir Raja Lorania akan tersinggung dan menyatakan perang. Karena inilah aku harus bersabar. Demi kemakmuran kerajaanku aku bisa terus bertahan. Dan juga... Sebenarnya ada satu hal lagi. Aku bisa tetap tegar berkat seekor kupu-kupu. Aku tahu ini terdengar bodoh. Tapi... Setiap aku merasa sedih, kupu-kupu itu, kupu-kupu hitam kelabu yang sama. Dia selalu datang, seolah berusaha menghiburku. Beberapa kali aku merasa seperti ada yang sedang mengawasiku, di saat itulah aku menemukan kupu-kupu itu sedang terbang di kejauhan. Dia seperti selalu ada bersamaku. Tanggal pernikahan sudah semakin dekat, aku pergi berkunjung ke Lorania untuk beberapa hari. Dan aku yakin telah menerima sekitar 6 tamparan selama aku berada di sana.
Kemudian aku kembali ke Lochshire, Rowan juga ikut bersamaku. Untungnya kami pulang dengan kereta kuda yang berbeda. Akhirnya... Ketenangan, meski tidak lama. Malam harinya, aku berjalan sendirian ke taman. Berusaha memantapkan hatiku untuk merima nasib ini demi kerajaanku.
Di tengah keheningan malam dan cahaya temaram dari bulan purnama, seseorang memanggilku. "Veronica..." Suara yang asing, aku terkejut saat mendapati yang memanggilku adalah Rowan. "Ya, pangeranku?" Saat sinar bulan menerpanya, aku melihat ada yang berbeda. Mata Rowan yang seharusnya berwarna biru, kini berwarna abu-abu.
"Siapa kau?" tanyaku panik.
"Apa maksudmu? Ini aku Rowan..."
"Bohong! Suara dan matamu, semua berbeda!" pekikku, "penja-"
Mendadak suaraku tertahan, bahkan tidak bisa keluar sama sekali. Pria yang mirip Rowan itu mendekatiku. "Tenanglah, Putriku sayang... Aku bukan orang jahat. Aku benar adalah Rowan..."
Suaraku masih tidak bisa keluar, aku bergeming saat dia semakin mendekat. Dia menghela napas. "Baik aku mengaku. Tapi jangan khawatir..." lanjutnya sambil mengelus pipiku, "mungkin kau masih terlalu takut, tapi besok... Akan kujelaskan semuanya besok." Lalu semua berubah gelap.
***
Aku terlonjak bangun. Saat sadar aku sudah berada di tempat tidurku, bahkan matahari sudah mulai tinggi. "Selamat pagi, Yang Mulia," ujar seorang pelayan wanita. "Pa-pagi," jawabku. Aku termenung sejenak. Kemarin itu... Pria bermata kelabu... Mimpi?
"Ada apa Yang Mulia? Apa Anda merasa kurang sehat?" tanya pelayan itu khawatir.
"Ti-tidak... Aku...aku baik-baik saja," jawabku tergagap, "hanya habis mengalami mimpi yang aneh."
Aku pun beranjak ke ruang makan seusai mandi dan berganti pakaian. Di sana, ayah dan Rowan duduk menanti. Para pelayan sedang sibuk menata makanan dan peralatannya. Ayahku, sang Raja, menatapku gembira, "selamat pagi, Putriku sayang..."
"Pagi, Ayah..." jawabku. Rowan menatapku sambil tersenyum. Itu tidak biasa. Saat kulihat warna matanya, abu-abu. Kemarin itu bukan mimpi!
"Ayah! Dia!" pekikku kaget. Ayah malah tertawa, "tenanglah, Sayang," ucapnya lembut. Dia bangkit berdiri lalu membimbingku duduk di sebelahnya, tepat di seberang 'Rowan'.
"Begini, Sayang. Biar ayah jelaskan... Semua kabar yang tersebar kalau Pangeran Rowan adalah seorang yang kasar, itu semua sudah diatur. Hanya rekayasa."
Aku membeku, "apa?"
"Iya, semua sudah diatur sejak aku kecil, orangtuaku yang merencanakan semua ini. Mereka... Mereka hendak mencari istri yang tepat bagiku. Yang menerima diriku apa adanya. Maka kami menciptakan situasi ini. Semua hanya rekayasa. Maafkan semua tindakanku yang berlebihan selama ini 'ya..." jawab 'Rowan'.
Apa-apaan ini? "Ayah! Dia bukan Rowan! Lihat matanya! Rowan yang asli bermata biru! Matanya abu-abu!" Ayah malah menatapku bingung.
"Apa maksudmu, Sayang? Sejak awal mata Rowan berwarna abu-abu." Aku terhenyak. Di kursinya, 'Rowan' menatapku sambil nyengir. Ayah tertawa, "oh, Sayang. Kau pasti salah ingat. Sudahlah, sebaiknya kita segera makan. Pangeran Rowan juga pasti sudah lapar." Rahangku mengencang. Ini tidak benar. Tapi aku tidak bisa apa-apa. Ada yang tidak beres. Aku yakin sekali Rowan bermata biru. Jadi aku duduk dan makan dalam diam sementara Ayah bercengkerama dengan siapa pun itu di hadapanku.
Siangnya, aku jalan-jalan ke tepi hutan. Berharap aroma pinus bisa menyegarkan kepalaku. Di belakang 4 orang ksatria berjalan mengawalku. Aku jadi berpikir... "Aaron," panggilku. Salah satu ksatria itu menghampiriku, "ya, Yang Mulia?"
"Katakan, apa kau tahu warna mata Pangeran Rowan?"
"Tentu saja Yang Mulia, warna mata Pangeran Rowan adalah bi-" Seekor kupu-kupu hitam kelabu mendadak muncul di antara kami sebelum dia terbang pergi. Kupu-kupu itu lagi, tapi ini bukan saat untuk memikirkannya.
"Ya? Apa warnanya?" tanyaku lagi. Hening sejenak. "Aaron?" panggilku.
"Ah, maaf Yang Mulia. Tanpa sadar aku melamun. Warnanya abu-abu, Yang Mulia."
Aku terperanjat. Apa yang terjadi? Aku yakin dia mau bilang biru tadi! Tiba-tiba Rowan muncul dari belakang para ksatria. Mereka pun memberi hormat padanya dengan membungkuk. "Selamat siang, Ksatria. Maaf aku mengganggu tugas kalian..."
"Tidak, tidak sama sekali, Yang Mulia," jawab Aaron cepat-cepat.
"Kalau begitu, boleh aku meminta bantuan kalian?" tanyanya. "Tentu saja, Yang Mulia. Apa yang bisa kami lakukan untuk Anda?" "Aku ingin berjalan-jalan berdua saja dengan Putri. Bisakah?"
"Ah, tapi kami diperintahkan untuk terus mengawal beliau..."
"Tenanglah. Aku yang akan menjaganya." Aaron dan para ksatria saling menatap untuk sesaat. Aku mau menolak, tapi aku tidak tahu harus mengatakan apa di hadapan para ksatria.
"Baiklah, Yang Mulia. Kami mohon undur diri." Aku bergidik. Saat para ksatria pergi, ingin rasanya aku berteriak memanggil mereka kembali.
"Putri... Ikutlah bersamaku." Aku ragu-ragu saat Rowan ini menjulurkan tangannya. "Percayalah padaku, jika aku jahat, aku pasti bisa melakukan yang terburuk dari awal." Aku tertegun. Itu ada benarnya. Aku pun memegang tangannya dan dia membimbingku memasuki hutan. Tangan yang hangat. Kehangatan yang tidak pernah bisa diberikan Rowan yang asli. Rowan yang asli hanya bisa memberikan rasa panas menyengat di permukaan kulitku.
Aku tersadar dari lamunan saat Rowan yang ini memanggilku, "Veronica..."
"Ya?" Saat sadar aku sudah berada di tengah hutan Lochshire.
"Aku memang bukan Rowan," sudah kuduga, dia melanjutkan, "aku adalah seorang penyihir pengembara. Namaku Ralph dari Norvana Utara."
"Apa yang kau lakukan dengan berpura-pura jadi Pangeran Rowan? Di mana Rowan yang asli?"
"Rowan yang asli, dia sudah tidak ada. Maksudku, tidak di sini. Dia sudah pergi. Dia menginginkan kebebasan. Jadi aku mengabulkannya dengan menggantikan posisinya."
"Apa maksudmu? Jangan bohong, kau pasti mau menjadi raja dengan cara yang licik?" tanyaku dengan nada meninggi.
"Tidak. Menjadi raja sama sekali tidak terbesit di benakku. Yang kuinginkan, adalah menjadi pangeran yang sempurna untukmu, Malaikatku sayang." Aku terhenyak.
"Kau bahkan tidak mengenalku!" ucapku.
"Tidak, Putri. Sebaliknya. Aku sangat mengenalmu. Bahkan kau sebenarnya mengenaliku juga. Dalam wujud yang berbeda." Sebuah tongkat mendadak muncul di tangan Ralph. Dia mengangkatnya dan dalam sekejap dia berubah menjadi seekor kupu-kupu hitam kelabu.
"Kau..." gumamku tidak percaya. Ralph kembali ke wujud manusia. Dan tanpa sadar, kakiku mulai berlari membawaku masuk ke kedalaman hutan. Dari kejauhan aku bisa mendengar namaku dipanggil. Tapi aku tidak peduli. Ada penyihir dan dia melakukan sesuatu pada Pangeran Rowan yang asli. Aku tidak boleh percaya padanya. Dia pasti bohong. Dan sepertinya dia bisa menghipnotis orang. Seperti yang terjadi pada Aaron, itu pasti bagian dari sihirnya. Aku tidak tahu harus apa...
"Aaaah!" Aku tersandung akar dan jatuh. Aku meringis saat sadar kakiku terkilir. Saat mencoba duduk, lengan gaun biruku tersangkut semak berduri dan sobek. Tapi aku mengabaikannya. Aku duduk dalam diam. Haruskah aku melawan penyihir itu, atau tidak? Dia adalah kupu-kupu itu. Kupu-kupu yang selalu hadir saat aku sedih. Yang selalu menemaniku. Memang dia menipu semua orang dengan sihirnya. Tapi...
Suara gemerisik daun di kejauhan menyadarkanku dari lamunan. Dilanjutkan suara yang mirip langkah kaki yang berat. Aku menoleh, tubuhku gemetar. "Siapa?" tanyaku dengan susah payah. Seekor beruang hitam besar muncul dari balik pepohonan. Tanpa sadar aku memekik kaget. Beruang itu menggeram marah dan berdiri dengan kedua kaki belakangnya. Hendak mengayunkan cakar depannya ke arahku. Aku mencoba bangkit dan kabur. Tapi kakiku yang terkilir membuatku jatuh terduduk. Aku memekik saat cakar itu mengarah padaku. Kupejamkan mataku karena takut. Semua berubah hening. Apa yang terjadi?
Saat aku membuka mata, "kau tidak apa-apa, Putri?" tanya Ralph dengan darah yang mengalir keluar dari mulutnya. Cakar beruang itu menancap ke punggungnya. Belum sempat membuka mulut, beruang itu kembali menggeram dan mengayunkan cakarnya yang lain. Ralph mengangkat tongkatnya tinggi dan sebuah bola api kelabu muncul di udara. Bola api itu terbang ke arah sang beruang. Dia mulai melangkah mundur. Beruang itu menggeram keras tapi akhirnya memutuskan untuk kabur.
"Syukurlah kau tidak apa-apa, Putri..." gumam Ralph. Dia terbaring lemas di tanah sambil menatapku lega.
"Bodoh! Kenapa kau tidak menggunakan sihir saja sejak awal? Kau 'kan jadi tidak perlu terluka!" bentakku sambil memeriksa punggungnya yang terluka. Dia malah tertawa pelan, "aku tidak bisa berpikir jernih saat melihatmu dalam bahaya." Matanya memejam.
"Hei, Ralph... Ralph?" panggilku. Dia pingsan. Aku melihat tongkat yang ada di tangannya. Aku mengambilnya lalu menjadikannya alat untuk membantuku berjalan. Harus segera memanggil pertolongan untuk Ralph, hanya itu yang ada di benakku. Sambil berjalan terseok-seok, aku membuat keputusan. Aku...akan diam.
***
Menjadi putri, menikahi pangeran tampan yang rela menyelamatkanmu dari naga dan penyihir, hidup bahagia selamanya. Kurasa aku sudah menyerah dengan mimpi itu. Karena sekarang, aku yang seorang putri ini malah akan menikah dengan penyihir yang menyelamatkanku dari pangeran kejam dan hidup bahagia selamanya. Aku tidak tahu apa yang terjadi pada Rowan yang asli, tapi aku percaya pada Ralph. Aku yakin dia melakukan sesuatu yang baik untuknya. Kuputuskan untuk tidak bertanya sekarang. Mungkin nanti. Saat Ralph mau menunjukkan wujud aslinya padaku.
Aku akan sabar menunggu. Kisah mengenai Pangeran Rowan yang kejam pun sirna. Dengan sihirnya, Ralph berhasil menghipnotis Raja dan Ratu Lorania. Membuat semuanya sesuai dengan kisah yang ia bangun. Semua kekasarannya adalah kepalsuan belaka, dan mata Rowan yang asli memang berwarna abu-abu. Mungkin aku salah karena membiarkannya. Mengingat aku tidak tahu pasti nasib Pangeran Rowan. Tapi mungkin juga tidak. Aku tidak tahu. Karena satu hal yang aku yakin pasti. Ralph adalah yang terbaik bagiku. Bersamanya, aku akan hidup bahagia selama-lamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar