Belakangan ini aku melihat banyak penulis yang ternyata seorang plagiat. Bahkan plagiatnya pun ada yang cukup kreatif. Dia mengambil sepotong dari banyak puisi untuk menciptakan puisi yang baru. Beruntung zaman sudah canggih. Dengan sebuah program khusus, kita bisa tahu keaslian suatu karya. Karena inilah plagiat satu itu (yang tak perlu disebutkan namanya) bisa tertangkap basah.
Lalu, kemarin ada seorang penulis pemula. Dia mengaku seorang komikus, lalu menjadikan hal itu sebagai alasan gaya penulisannya yang tidak sesuai. Tidak sesuai? Iya, tidak sesuai. Karena saat berkarya dia menggunakan huruf kapital untuk menegaskan sesuatu yang dianggapnya perlu ditegaskan. Katanya dia tidak nyaman jika harus menulis atau membaca sebuah karya tanpa huruf kapital. Aku sudah bicara banyak, begitu juga dengan para penulis lain yang jauh lebih ahli. Tapi entah sengaja atau tidak, semua jawabannya terkesan mengelak. Terkesan dia sedang berusaha untuk mempertahankan gaya menulisnya yang penuh huruf kapital. Inilah kesalahan yang sering dialami penulis pemula. Terlalu keras kepala dan tidak mau menerima masukan. Padahal kritik dan saran adalah guru yang baik. Kenapa tidak didengarkan? Dan lagi, jika tidak mau mendengarkan kritik, kenapa minta kritik dan kenapa juga disebarkan ke dunia luas? Simpan saja di laci dan jangan dikeluarkan. Pasti tidak akan ada yang mengkritik. Karena kritik ada selama kita mencari pembaca.
Sungguh minggu yang ramai. Meskipun hanya di dunia maya, tapi rusuhnya terasa sampai ke dunia nyata. #sigh
Begitulah minggu ini. Semoga penulis pemula lain bisa mau menerima kritik dan saran, juga tidak coba melakukan plagiarisme cuma demi gambar jempol yang banyak di dunia maya.